Terserah vol.1: Part 1, Sinetron dan Proses Kreatif

Part 1 of Terserah vol.1

Ini akan akan berbeda dari seri Random Thoughts yang biasa, so please bare with me.
Sinetron, dan Proses Kreatif

 

Judul yang aneh, aku tahu itu. Selain itu, artikel yang ini akan sangat singkat, dan seperti seluruh isi blog ini, artikel ini akan sangat bias dan subjektif. Jadi... jangan dianggap serius.

"Sekali lagi, jangan dianggap serius."

    Sebagai klarifikasi, aku tidak begitu suka menonton sinetron, khususnya yang baru-baru ini. Dulu aku sempat mengikuti Tukang Bubur Naik Haji, Tukang Ojek Pengkolan, dan Dunia Terbalik. Tetapi setelah terjadi perubahan jadwal tayang untuk Dunia Terbalik, setelah itu TV juga sudah tidak di kamar sendiri, aku sudah tidak nonton sinetron lagi.

    Ada beberapa hal yang membuatku tidak suka sinetron. Sinetron sudah di asosiasikan dengan "kualitas yang menurun", dan itu terkesan benar. Awal-awal masa produksi Tukang Bubur Naik Haji adalah awal yang bagus, tetapi semakin kesini semakin ngelantur, bahkan setelah sang protagonis meninggal.

    Ada juga beberapa sinetron yang memang memiliki quality bar yang rendah dari awal. Seperti Anak Jalanan, lalu ada juga Ganteng-Ganteng Seriala(seriously?), Anak Langit(Anak Jalanan The Ripoff), dan Azab(idk about this one)! Plot? Aku kebingungan dengan sinetron-sinetron di atas, aku tidak tahu kalau ada plot. Pengajaran? Beberapa yang ada disini sudah menimbulkan kontroversi dan pernah di laporkan ke KPI.

    Penokohan di sinetron, walau reflektif terhadap masyarakat Indonesia (sampai batas tertentu), juga gagal merefleksikan keberagaman kita. This is going to be a hot takes, but kita sudah tidak punya lagi sinetron dengan karakter yang berbeda agama, atau suku. Bisa dibilang kebanyakan sinetron itu Java centric, walau mengingat dimana kebanyakan sinetron di produksi, kurasa itu sudah diantisipasi.

    Berikutnya, sistem kejar tayang. Sinetron memerlukan yang namanya kreativitas, dan kreativitas bukanlah sesuatu yang bisa diproduksi massal. Jadi, sistem kejar tayang merupakan salah satu penyebab utama kenapa terjadi penurunan kualitas.


    Oke, cukup.

    Ada beberapa hal yang bisa di petik dari sinetron. Salah satunya adalah refleksi dari masyarakat kita. Maksudnya adalah, bagimana tokoh-tokoh dan ceritanya berjalan bisa merefleksikan kehidupan dan perjuangan orang Indonesia, khususnya para kelas menengah kebawaah yang banyak dijadikan sebagai para tokohnya. Tukang Ojek Pengkolan merupakan contoh yang bagus, para tokohnya rata-rata hanyalah para tukang ojek dengan alur cerita yang paralel dengan perjuangan bekerja di Indonesia. Penonton bisa merasakan keterikatan dengan para tokohnya karena para penontonya rata-rata juga sama, para kelas menengah, dan bisa paham bagaimana perjuangannya.

    Lalu, kita punya satu sinetron (this is will be my another hot takes) yang mencoba sesuatu yang tidak biasa, mencoba membalik peran yang sudah tertanam dalam tatanan sosial kita. Sinetron itu adalah Dunia Terbalik. Sinetron ini membalik peran ayah dan ibu, menyajikan cerita yang jarang terlihat di dunia nyata, seperti misalnya bagaimana jika yang membesarkan anak di rumah adalah sang ayah? Para karakternya juga ditulis dengan baik, ada comic relief, tidak dua dimensional, dan masing-masing unik. Masing-masing dari empat karakter itu saling berkontras,


    Seksi berikutnya.

    Proses Kreatif sinetron sangatlah kurang. Semua harus di produksi dengan cepat dan singkat tanpa revisi, dan inilah yang menyebabkan kualitasnya turun. Ini dipengaruhi oleh rating, demografi dan selera penonton, dan keputusan dari tim produksi. Lagi, mungkin bisa jadi ini merefleksikan generasi dewasa di Indonesia yang kurang di edukasi. Dengan edukasi rendah, maka ekspektasi akan tayangan yang perlu di cerna sebelum di mengerti juga akan rendah.

    Proses Kreatif sinetron dibatasi oleh sistem "kejar tayang", kejar rating (dan jika renah rating maka harus dibuang), dan juga demografi penontonnya. Walau tidak sepenuhnya salah yang memproduksi, ini semua tetap berkontribusi dengan menurunnya kualitas tayangan sinetron di Indonesia.


"Sekali lagi kuingatkan, jangan dianggap serius."

Komentar