Malam Pertama
Malam pertama yang tidak biasa.
Malam Pertama by Pengkhayal Pasif is licensed under Attribution-ShareAlike 4.0 International
Pria itu menarik nafas dalam. Akhirnya, momen keheningan telah menyelimuti mereka.
Hanya ada cahaya lampu meja yang menerangi kamarnya, cahayanya redup, menyisakan bayangan. Ia mengunci pintu kamarnya dari dalam. Dia duduk di tepi kasur, dia tampak rapuh, wajahnya pucat, pupilnya membesar, tatapan matanya kosong menatap titik kosong di lantai.
Di belakangnya, ada seorang wanita. Ia mengenakan gaun malam satin yang tipis, wajahnya cerah, namun ekspresinya datar. Nafasnya tajam dan panjang, nafasnya disengaja. Pikirannya terus melompat, membayangkan apa yang akan terjadi berikutnya.
“Kenapa kau menerimaku?” Si pria bertanya, menolehkan kepalanya ke belakang.
Wanita itu terperanjat. Pelan namun pasti, ia mengalihkan tatapannya ke mata pria itu.
“Kenapa kau bertanya begitu?” wanita itu bertanya balik, suaranya lembut sendu.
“Kau… Kau tahu aku… aku dan segala kekuranganku… Jadi… Kenapa?” Si pria memalingkan wajahnya.
“Sayang. Tidak apa-apa, Aku… Aku bisa menerimamu apa adanya…”
Wanita itu merangkak di atas kasur, semakin mendekat. Dengan gemulainya, ia melingkarkan kedua tangannya ke tubuh pria itu, membiarkan tubuh lembutnya bersentuhan. Ia membaringkan kepalanya di punggung pria itu, merasakan hangatnya, mendengarkan detak jantungnya yang terpendam.
Yo, ini saya, lagi. Penulis dari cerita ini.
BalasHapusIni merupakan salah satu cerpen tertua yang pernah saya tulis. Versi paling awal di tulis di tahun 2020(mungkin?), dan terus di revisi dan di tulis ulang, dengan versi yang paling baru adalah "First Night" yang kemudian di terjemahkan menjadi cerita ini. So yes, ini merupakan versi terbaru dari "Malam Pertama."
Konsep intinya lumayan mudah, "tulis cerita tentang malam pertama setelah pernikahan. Akan tetapi alih-alih tentang ketelanjangan fisik, kali ini tentang ketelanjangan emosional."
It was also written to defy the "stoic men" and/or similar tropes from the get go, because at the end of the day, we (men) are also just mere humans.
Cerita ini menjadi basis untuk menulis cerita-cerita intim berikutnya. "Unveiling Night"/"Berbagi Hati dan Rasa" merupakan salah satu iterasinya. Tetapi, "Unveiling Night"/"Berbagi Hati dan Rasa" ditulis untuk menemukan titik tengah antara tulisan emosional dan sensual.
Cheers, mate! Happy reading!