Jatuh Yang Jauh
Kontemplasi keputusan mengakhiri diri.
Bagian dari PERSONAL
Aroma aspal dan karbon tidak mengganggunya, begitu juga dengan panas terik yang menembus pakaiannya, atau sinar matahari yang menyilaukan matanya.
Ia berjalan, pelan, bolak-balik, tidak peduli dengan lalu lintas yang berlalu-lalang. Ia tidak mendengar apa-apa, yang ia dengar hanya statis, yang ia lihat hanya monokromatik. Bolak-balik, lagi, bolak-balik, lagi. Kepalanya, dan matanya terus menatap ke bawah. Bolak-balik, terakhir, kemudian ia menghentikan langkah kakinya.
Dengan kekuatan yang tersisa dari kedua tangannya, ia mengangkat dirinya. Perlahan, ia meletakkan kedua kakinya. Keseimbangan antara gravitasi, dan dan energi potensial tubuhnya kina hanya ditahan oleh kedua tangannya yang berpegangan pada pagar.
Ia berdiri disana, di tepi jembatan. Lalu-lintas yang berlalu-lalang masih tidak peduli, walau niatnya sudah jelas terlihat.
Ia melihat ke sungai di bawah. Jatuhnya jauh, dia akan jatuh untuk waktu yang lama, memberinya cukup waktu untuk mengingat kembali kehidupannya.
Pupil matanya membesar saat aliran sungai di bawahnya mulai berputar. Alirannya mulai membentuk pola. Sungai di bawah sana mulai memainkan ingatannya. Dia berkedip bingung, akan tetapi kedipannya hanya membuat sungai di bawah sana memutar kembali ingatannya yang paling dalam.
Kedipan pertama, sungainya mengalir dengan tenang, berputar dengan pelan hingga membentuk sebuah pola. Pola itu merupakann gambar dirinya. Pola itu ibarat lukisan, dengan dirinya berdiri di tengah bingkai, sedangkan di sisi kiri dan kanannya ada batu nisan.
Kedipan kedua, aliran sungainya mulai menjadi cepat, berputar menjadi sebuah pola. Pola itu membentu sebuah gambar. Dua laki-laki, berdiri berdampingan, akan tetapi menghadap saling membelakangi.
Kedipan ketiga, aliran sungainya menjadi semakin deras, membawah lebih banyak air, gelombangnya mulai membentuk pola. Siluet seorang laki-laki dan seorang perempuan. Saat gelombang sungai saling bertabrakan, siluet perempuan itu memudar, menjauh dari siluet laki-laki itu.
Kedipan keempat. Sungainya mengalir deras, ombaknya saling bertubrukan, menciptakan sebuah gambar. Ia berdiri ditengah kerumunan, keberadaannya tidak disadari siapa-siapa.
Kedipan kelima. Sungai di bawah mengalir dengan tenang seperti sungai biasa, tidak ada lagi pola-pola atau gambar, yang ada hanya air yang mengalir.
Ia menutup matanya. Ia melepaskan pegangannya, membiarkan gravitasi menariknya ke muka bumi. Tubuhnya menjadi terasa ringan, angin berhembus ke wajahnya dalam jatuhnya.
Ia membuka matanya.
Tidak ada yang terjadi.
Ia masih berdiri di tepi jembatan. Matanya berkaca-kaca, pipinya basah, nafasnya berat.
"Aku... aku tidak bisa melakukannya..."
Ia menggunakan sisa energinya, berusaha mengangkat tubuhnya melewati pagar. Satu kaki ia letakkan sebagai tumpuan, lalu kedua kakinya sudah turun menumpu beratnya. Ia sudah berada di sisi lain pagar, di trotoar yang sunyi. Ia memeluk kedua kakinya.
Tidak ada yang datang, tidak ada yang melihat. Ia menggingil, menangis tersedu-sedu, tetapi suaranya tenggelam di antara kebisingan lalu-lintas yang berlalu-lalang.
Dunia tidak peduli padanya.
Komentar
Posting Komentar