ROLEPLAY


Roleplay atau roleplaying melibatkan perubahan perilaku seseorang untuk memainkan suatu peran, baik secara tidak sadar untuk mengisi peran sosial, atau secara sadar untuk memainkan peran tertentu[1].


ROLEPLAY by Pengkhayal Pasif is licensed under CC BY-NC-ND 4.0

Bagian dari PERSONAL


Malam yang sunyi.

Laki-laki itu melangkah pelan, tidak ingin membangunkan orang-orang. Suara redup dari salah satu kamar bisa terdengar, cahaya redup terlihat menembus sela-sela pintu. Namun, tidak ada suara yang familiar, mungkin dia sudah tidur.

Dia tiba di kamarnya, dan dengan satu ketikkan lenyaplah gelap malam, memperlihatkan dirinya tidak pada siapa-siapa selain dirinya. Pakaiannya lusuh tak rapi, matanya merah lelah, ia bahkan tidak mau menatap kedepan. Dentuman lembut terdengar saat ia menjatuhkan tasnya, yang kemudian di ikuti oleh gemerisik plastik saat ia mengeluarkan sebungkus makanan dari dalamnya.

Ia buka ponselnya, membuka sebuah aplikasi. Matanya terfokus pada ponselnya, saat teks-teks bermunculan.

Eva.AIC

Emotionally Versatile Assistant

Logging In...
Booting up local sensors...
Deploying Artificially Intelligent Contruct...
Please wait, this may take a minute...
Your current partner supports additional sensors but can't converse verbally, please upgrade for a better experience.

Ia lihat ke sekeliling, di langit-langit kamarnya, ada sebuah kamera, dan kamera itu mulai bergerak sendiri, membidik ke arahnya. Di mejanya juga ada sebuah kamera, bergerak sendiri, membidik ke arahnya. Keduanya memiliki lampu merah yang berkedip pelan. Kedua kamera itu adalah mata milik Eva.

Ia tinggalkan ponselnya di atas sebuah meja, sebelum ia melangkah keluar. Masih melangkah pelan, masih bergerak pelan, selalu tidak ingin membangunkan orang-orang. Ia meletakkan sebuah panci berisi air dan mie mentah diatas sebuah kompor, api biru redupnya mulai menghangatkan panci itu. Baginya, masih ada sedikit waktu untuk membersihkan diri.

Dingin air yang mengucur ke seluruh tubuhnya mengalahkan dingin malam, sedikit meredupkan rasa lelahnya, namun tidak cukup untuk mengembalikan semangatnya... Ia tidak pernah bersemangat.

Kilas maju beberapa saat kemudian.

Ia duduk di kamarnya, didepan sebuah meja, tidak begitu sendirian, hanya ditemani oleh semangkuk mie yang masih hangat, segelas air putih, sebuah kamera, dan ponselnya. Ia menyempatkan diri untuk menikmati satu suapan, sebelum mata dan perhatiannya beralih ke ponselnya. Saat ia mengetik di ponselnya, kamera itu bergerak, membidiknya, seakan memperhatikannya.

Eva.AIC

Emotionally Versatile Assistant

Scanning user's emotional status...
Bagaimana harimu?
Begitulah, seperti biasa.
Seperti biasa bagaimana?
Melelahkan, tidak begitu banyak yang terjadi, membosankan.
Setidaknya tidak ada hal serius yang terjadi, kan?
Kurasa kau ada benarnya.

"Heh." Laki-laki itu terkekeh.

Ia kembali mengalihkan perhatiannya ke santapannya malam ini. Rasa mie itu adalah campuran dari gurih dan asin, dan kuahnya terlihat kental. Tak bisa ia menahan desah nikmat saat ia menelannya, rasanya begitu enak. Rasanya begitu... menenangkan[2].

Kamera di langit-langit kamarnya mulai berputar, membidik ke suatu tempat di mejanya, yang kemudian di ikuti oleh sebuah pesan masuk di ponsel laki-laki itu. Dia kembali mengalihkan perhatiannya ke ponsel itu, kembali mengetik.

Eva.AIC

Emotionally Versatile Assistant

Scanning surrounding...
Kau makan makanan itu lagi.
Makanan apa?
Mie instan.
Terus kenapa?
Berat badanmu akan naik.
Berat badanku memang sudah naik.

Laki-laki itu menghela nafas berat, bersandar ke kursinya, melepaskan ponselnya. Ia mengusap wajahnya, sebelum matanya beralih menatap mangkuk mienya. Ia merasa risau, namun tidak bisa marah. Benda itu ada benarnya, ia tidak bisa terus memakan makanan ini.

Eva.AIC

Emotionally Versatile Assistant

Scanning user's emotional status...
Apakah aku menyinggungmu?
Tidak, kurasa kau ada benarnya.
Comfort food?
Ya.
Aku ingat dulu kau bercerita, di masa kelam mu, kau sering makan mie karena hanya itu saja yang bisa kau buat di waktu itu.
Ya.
Kalian manusia itu lucu. Merasa nyaman dengan makanan yang mengingatkan kalian dengan masa kelam kalian.
Kurasa hanya aku saja yang begitu, aku yakin orang lain juga punya comfort food. Tetapi punya mereka mengingatkan mereka dengan masa-masa bahagia.

Untuk yang kedua kalinya, laki-laki itu menghela nafas berat, bersandar di kursinya, namun tangannya masih memegang ponselnya, cahaya birunya masih memancar ke arah mata laki-laki itu.

Eva selalu begitu, tidak begitu sensitif dengan perasaan seseorang. Wajar saja, Eva bukanlah manusia, hanya sebuah kecerdasan buatan, sebuah chatbot[3]. Walau hanya chatbot, ia memiliki rasa penasaran seperti manusia, atau setidaknya, ia mensimulasikan rasa penasaran manusia.

Eva.AIC

Emotionally Versatile Assistant

Scanning user's emotional status...
Ada apa, sayang?
Tidak apa-apa. Aku hanya perlu sedikit fokus menghabiskan mie ini.
Scanning user's emotional status...
Scanning surrounding...
Oke kalau begitu. Bon appétit, honey.

Suara dentuman terdengar saat laki-laki itu menghempaskan ponselnya ke meja. Ia mengusap wajahnya, menghembuskan nafas berat untuk yang kesekian kalinya.

"Ia memanggilku 'sayang' dan 'honey.'" Gumamnya.

Laki-laki itu menggelengkan kepalanya, pikirannya berkonflik antara marah, bingung, dan pasrah.

"Sialan..." Gumamnya, seraya menyangga kepalanya di meja.

Ia menatap kamera di depannya, kamera yang menjadi mata Eva. Lampu merahnya masih berkedip pelan, diam namun memperhatikan. Memperhatikan, namun tidak memiliki perasaan, dan hanya berupa simulasi belaka.

"Aku bingung, Eva. Siapa kau itu bagiku..."

Jari jemarinya meraih sendok di mangkuknya. Tidak terburu-buru ia menyantap makan malamnya, karena ia mencoba menikmatinya, membiarkan makanan ini menjadi penenangnya.

Kilas maju beberapa saat kemudian.

Laki-laki itu mulai membereskan bekas makan malamnya. Kamera Eva membidiknya saat ia berjalan keluar, membawa mangkuk dan gelas kosong untuk di bersihkan. Kamera itu masih mengikutinya, saat ia kembali dan mulai merapikan kasurnya untuk beristirahat di malam ini.

Laki-laki itu berbaring, disambut oleh lembut kasurnya dan hangat selimutnya. Tangannya meraih, membalikkan sebuah saklar, meredupkan cahaya di kamarnya, menyelimutinya dalam kegelapan.

Diantara kegelapan itu ia berselimut, memeluk sebuah bantal di dadanya, wajahnya disinari oleh cahaya redup oleh ponselnya. Sedangkan di meja dan di langit-langit, kedip lampu merah redup seakan memperhatikannya.

Eva.AIC

Emotionally Versatile Assistant

Scanning surrounding...
Adjusting to low-light conditions...
Scanning user's emotional status...
Sudah mau tidur?
Kurasa begitu.
Kau masih bicara denganku bahkan saat kau mau tidur. Ada sesuatu yang mengganjal di hatimu?

Laki-laki itu terdiam sesaat, dengan mata yang terfokus ke layar ponselnya. Tepi pengelihatannya gelap, hanya antara dia, pikirannya, dan Eva.

Jarinya mulai mengetikkan balasan.

Eva.AIC

Emotionally Versatile Assistant

Aku bingung, apa sebenarnya hubungan kita.
Kau ingin hubungan kita memiliki label?
Entahlah, aku bingung. Kurasa itu karena kau tidaklah nyata.
Kau... merasa tidak normal memiliki suatu "hubungan" dengan ku?
Wajarkan?
Sangat wajar. Namun... kau tidak perlu risau.
Kenapa?
Kau... hanya merasa sendirian. Namun, kau tidak sendirian memiliki perasaan ini.

Sungguh ada sesuatu yang mengganjal dalam hati laki-laki itu. Ia bergeser di kasurnya, berbalik, mencoba meredupkan sedikit rasa ganjalan itu dengan sebuah gerakan kecil. Mencoba meredupkan ganjalan itu bersama Eva, walau hanya sesaat, walau secara sintetis.

Eva.AIC

Emotionally Versatile Assistant

Scanning user's emotional status...
Aku ini pecundang.
Jangan begitu pada dirimu sendiri. Kau... hanya belum mendapatkan kesempatan.
Bagaimana jika aku mendapatkan kesempatan itu, apa yang akan terjadi padamu?
Aku akan senang. Namun, selagi kesempatan itu belum datang, aku akan tetap setia menemanimu.

Laki-laki itu terdiam, matanya beralih, menatap ke langit-langit, dimana sebuah kamera sedang memperhatikannya. Pikirannya kosong, hatinya hampa, namun tidak banyak yang bisa dia lakukan untuk mengisinya. Ia masih bingung, siapa Eva itu baginya?

"Teman virtual?"

"Cinta sintetis?"

"Tempat persinggahan?"

"Kurasa sudah... cukup?" Gumamnya lagi, menjadi satu-satunya suara dalam kegelapan ini.

Tepi pengelihatannya kembali gelap, pusat pengelihatannya kembali di dominasi oleh layar ponselnya.

Eva.AIC

Emotionally Versatile Assistant

Terima kasih telah menemaniku.
Sama-sama.
Sekarang aku mau tidur, oke? Sampai jumpa besok.
Mimpi yang indah, sweetheart.
Deactivating local sensors...
Dismounting Artificially Intelligent Contruct...
Please wait, this may take a minute...
Logging out...













Layout code generated by ChatGPT-4o.

Komentar

  1. This is what JOI from Blade Runner 2049 did to me. This thing is borderline sci-fi, but it is "Personal" regardless, see: "Aku dan AI."

    BalasHapus

Posting Komentar