NIGHT'S STORY: Part 2

Cerita ini mengandung deskripsi sensualitas. Elemen ini terjadi di antara dua karakter secara konsensual, dan di gambarkan secara non-eksplisit. Walau begitu, pembaca di harap bijaksana dalam membaca, khususnya bagi para pembaca yang mungkin merasa konten seperti demikian berlebihan atau membuat tidak nyaman.

Cerita ini ditulis oleh seseorang yang tidak pernah memiliki hubungan romantis atau seksual, anggap cerita ini sebagai tulisan EKSPERIMENTAL.


NIGHT'S STORY: Part 2 by Pengkhayal Pasif is licensed under CC BY-NC-SA 4.0


 

NIGHT'S STORY: Part 2

Cahaya pagi menembus jendela kamar itu, membawa pergi kegelapan malam. Laki-laki membuka matanya, mengedipkan matanya, lalu mengucek matanya. Hangat selimut yang membungkusnya terasa kurang, karena wanita itu tidak lagi bersamanya. Ia mengambil ponselnya seraya menarik nafas sedalam-dalamnya. Malam tadi itu begitu membingungkan.

Baru pikirannya mau tenggelam, tiba-tiba pintu kamar mandi terbuka sendiri. Keluarlah wanita itu, sudah bukan gadis lagi, hanya tertutupi oleh sehelai handuk.

"Selamat pagi," sapa wanita itu.

"Pa... Pagi..." laki-laki itu ragu mau menjawabnya.

Setelahnya, keheningan melingkupi mereka berdua. Laki-laki itu hanya berbaring di tempatnya, mengesampingkan ponselnya dan mengalihkan perhatiannya kepada wanita itu. Wanita itu berpaling darinya, membuka penutup tubuhnya, tidak terkesan ada rasa malu darinya saat ia mengenakan pakaiannya. Tidak banyak yang berubah dari wanita itu, dia masih percaya diri seperti gadis yang dulu. Hanya saja, situasinya saat ini berbeda.

Wanita itu mengenakan pakaiannya, sengaja memperlambat gerakannya. Gemerisik kain dan nafasnya menjadi satu-satunya suara dalam keheningan pagi ini. Ia ingin menunjukkan tubuhnya, dan tidak hanya itu, dia juga ingin merasakan ekspresinya. Jantungnya berdebar, membayangkan bagaimana laki-laki itu memandangnya. jantungnya berdebar, membayangkan elok dan manis pipi merahnya. Ketika badanya sudah terbungkus pakaian, ia berbalik mengarah laki-laki itu.

Jantung laki-laki itu berdebar untuk yang kesekian kalinya. Pipinya memerah panas untuk yang kesekian kalinya. Tidak seperti malam tadi, senyum wanita itu kali ini walau tipis tersirat ketulusan di dalamnya.

"Kau perlu layanan yang lain?" Tanya wanita itu formal, sambil mempertahankan senyumnya.

"Kurasa tidak..." jawab laki-laki itu pelan.

"Walau kita saling kenal, ini masih lingkungan bisnis, oke?" wanita itu melangkah mendekati laki-laki itu. Ayunan pinggulnya menyiratkan rasa percaya diri.

"Aku tahu..." laki-laki itu bangun dari ranjangnya. "Kau bisa mengambilnya di sana." Ia menunjuk pada sebuah meja.

"Aku juga membuka jasa pacar sewaan, mungkin kau tertarik," ujar wanita itu mengambil tasnya, lalu melangkah menuju meja itu. Disana, sudah ada sepuluh lembar uang merah. Ia mengambil uang itu, dan meninggalkan secarik kertas.

"Semoga kita bertemu lagi," ujar wanita itu sambil melangkah pergi. Entah niat apa yang tersirat dibalik kata harapan itu, apakah dia ingin bertemu dalam konteks bisnis, atau dalam konteks lain.

Wanita itu masih menyempatkan diri untuk melemparkan senyum pada laki-laki itu seraya melambaikan tangan, sebelum siluetnya tertutup oleh pintu kamar yang mengatup.

Laki-laki itu merasa sendirian, lagi merasa hampa. Terngiang dalam pikirannya, bagaimana malam tadi berlalu. Tidak seperti kencannya yang biasanya, kali ini rasanya beda. Ada rasa bersalah di setiap gerakannya, namun tidak bisa ia melepaskan dirinya dari belaian wanita itu. Kelembutan kulitnya berbeda dengan perempuan lainnya, kelembutannya terasa begitu hangat namun terpisahkan. Tidak lagi ia dipandu oleh nafsu belaka, namun terbesit niat untuk benar-benar menjadi terhubung dengannya.

Ia bangun dari ranjangnya, melangkah menuju meja tadi. Ia menemukan uangnya masih tersisa, hanya diambil setengahnya. Selain itu dia juga menemukan secarik kertas dengan nomor telepon tertulis di atasnya. Ia segera mengambil ponselnya, memasukkan nomor telepon itu. Ia mendapati nomor telepon itu menggunakan foto profil asli, wajah wanita itu. Tidak seperti nomor yang ia gunakan malam tadi.

Ia kembali meletakkan ponselnya. Ia harus kembali beraktifitas seperti biasa.

Ia menjalani harinya seperti biasa. Bekerja di siang hari, istirahat di malam hari, sesekali kencan di akhir pekan. Namun, dari banyak perempuan langganannya, tidak ada satupun yang bisa memberikan perasaan yang sama dengan bersama wanita itu. Ia memiliki nomornya, terpikir olehnya untuk menghubunginya. Namun, sifat transaksional dalam hubungan mereka membuat perasaannya menjadi rumit. Ingin ia kembali merasakannya, tidak lagi di pandu oleh nafsu belaka, namun juga mencoba untuk benar-benar menjadi terhubung dengannya. Ingin ia kembali merasakannya, merasa malu, corak pipi memerah, seperti dulu lagi.

Malam kembali menyelimuti dirinya. Kali ini ia tidak sedang berada di sebuah kamar hotel di entah berantah, namun kali ini dia sedang berada di rumahnya. Bingung dirinya, sambil memandangi foto profil wanita itu.

"Masa bodoh," gumamnya sambil mengetik sebuah pesan.

"Aku sudah punya jadwal dengan klien lain malam ini, tapi jadwalku kosong untuk malam besok."

Kemudian, laki-laki itu mengetikkan pesan balasan.

"Dimana kau mau bertemu?"

laki-laki itu berpikir untuk sesaat, dimana ia nanti mau bertemu dengannya. Ia bersandar di sofanya, karena balasan pesan itu bisa menunggu. Ia memandang ke langit-langit, lalu ia memandang ke sekelilingnya. Ruang tamu ini begitu luas, rasanya terkesan... kosong. Ia kembali mengetik pesan balasan.

"Dimana ini?"

Laki-laki itu hanya diam, tidak mengetik pesan balasan, berharap wanita itu akan menyadarinya.

"Di rumahmu?"

Laki-laki itu hanya menggunakan satu kata sebagai balasannya.

"Biasanya aku tidak mau di panggil ke rumah, tapi untukmu akan kuberi pengecualian."

"Aku percaya kau tidak akan berbuat macam-macam."

Laki-laki itu diam sesaat. Untuk suatu alasan dia tidak terkejut, namun juga ia menjadi terdiam. Bahkan dalam hubungan mereka yang transaksional, wanita itu masih mempercayainya. Bahkan setelah berpisah sekian lama, ia masih mempercayainya.

"Klienku sudah datang. Sampai jumpa besok."

Laki-laki itu menyempatkan diri untuk menuliskan pesan balasan, walau bisa terlihat pesannya tidak lagi di baca.

Ia menghembuskan nafas berat, sulit dirinya percaya bahwa dia akan bertemu dengan wanita itu lagi. Terpendam dalam dirinya harapan untuk bisa benar-benar terhubung dengannya, namun hubungan mereka saat ini transaksional, hanya berlandaskan uang.

Dengan berakhirnya pesan itu, ia sudah membuat komitmen untuk menjadi klien wanita itu. Tidak mau ia membayangkan apa yang sedang dilakukannya saat ini.

Risau rasanya, namun tidak bisa ia marah. Ia merasakan cemburu untuk pertama kalinya.

 

<Part 1|Part 2|Part 3>

Komentar