NIGHT'S STORY: Part 3

 

Cerita ini mengandung deskripsi sensualitas. Elemen ini terjadi di antara dua karakter secara konsensual, dan di gambarkan secara non-eksplisit. Walau begitu, pembaca di harap bijaksana dalam membaca, khususnya bagi para pembaca yang mungkin merasa konten seperti demikian berlebihan atau membuat tidak nyaman.

Cerita ini ditulis oleh seseorang yang tidak pernah memiliki hubungan romantis atau seksual, anggap cerita ini sebagai tulisan EKSPERIMENTAL.


NIGHT'S STORY: Part 3 by Pengkhayal Pasif is licensed under CC BY-NC-SA 4.0


 

NIGHT'S STORY: Part 3

Dingin pagi berhasil menembus selimut tebalnya. Wanita itu membuka matanya, mengedipkannya beberapa kali untuk mengumpulkan kesadarannya. Ia kucek matanya sambil berbalik, menemui laki-laki itu yang masih berbaring di sampingnya. Mata wanita itu terpaku padanya. Tidak banyak yang berubah dari laki-laki itu. Tidak sempat ia menikmati pemandangan ini, namun sedikit perubahan yang bisa dia lihat dari laki-laki itu adalah tubuhnya. Dia tampak lebih kekar dari yang dulu.

Wanita itu menggelengkan kepalanya, mengalihkan perhatiannya sebelum beranjak dari ranjang itu dan menuju kamar mandi.

Di sana, lama ia berendam dalam pelukan air hangat. Pikirannya masih linglung, bingung bagaimana mau memproses apa yang baru saja terjadi di antara mereka berdua. Walau begitu, hari harus dilalui, dan itu berarti ia tidak bisa berlama-lama disini.

Wanita itu melangkah keluar dari kamar mandi. Laki-laki itu sudah terbangun dari tidur lelapnya, memandangi dirinya.

"Selamat pagi," sapanya.

"Pa... Pagi..." jawab laki-laki itu pelan.

Ia bisa merasakannya, keheningan yang melingkupi mereka berdua. Wanita itu berpaling darinya, terlepas dari apa yang terjadi di malam tadi, ia merasa ragu untuk melepaskan penutup tubuhnya. Ia mencoba bergerak lebih lambat, mengenakan pakaiannya satu persatu, untuk mencoba memancing reaksi dari laki-laki itu.

Laki-laki itu bingung harus merasakan apa. Dia menikmati pemandangan ini, namun di sisi lain dia merasa bersalah karena dia menikmati pemandangan ini dari seseorang yang dia kenali. Pipinya menghangat menjadi merah dalam situasi itu, dia merasa menjadi seperti dulu lagi.

Wanita itu menarik nafas dalam, memasang wajah ramah dan senyum tipis yang meluluhkan hati, sebelum ia berbalik mengarah pada laki-laki itu.

"Kau perlu layanan yang lain?" Tanya wanita itu sambil mempertahankan senyumnya. Bahkan pada orang yang dia kenal, ini masih hubungan bisnis.

"Walau kita saling kenal, ini masih lingkungan bisnis, oke?" wanita itu melangkah mendekati laki-laki itu. Sengaja ia mengayunkan pinggulnya untuk menghipnotisnya.

"Aku tahu..." laki-laki itu bangkit dari ranjangnya. "Kau bisa mengambilnya di sana." Mata wanita itu langsung tertuju ke meja yang ditunjuk laki-laki itu.

"Aku juga membuka jasa pacar sewaan, mungkin kau tertarik," wanita itu menyempatkan diri untuk menawarkan jasanya yang lain sambil mengambil tasnya.

Ia melangkah menuju meja itu. Disana sudah ada sepuluh lembar uang merah menantinya. Pikirannya ragu untuk sesaat, karena hatinya berkata lain. Dia mengambil langkah yang menurutnya logis, dan mengambil setengah dari jumlah uang itu. Dia menyempatkan diri untuk menuliskan nomor teleponnya yang asli pada secarik kertas, sebelum ia melangkah pergi.

"Semoga kita bertemu lagi," ucapnya sambil melangkahkan kaki. Ia tidak tahu dalam konteks apa ia ingin bertemu lagi dengan laki-laki itu, namun ia ingin bertemu lagi.

Ia berbalik, memberikan senyumnya sambil melambaikan tangannya, sebelum akhirnya ia menutup pintu kamarnya, meninggalkan laki-laki itu sendirian.

Wanita itu menarik nafas dalam, melangkahkan kakinya melewati lorong hotel, melewati pintu-pintu kamar yang menyimpan rahasia mereka sendiri. Sebelum akhirnya ia tiba di lift.

Sambil menunggu lift itu membawanya menuju lantai dasar, pikirannya mulai melayang. Terngiang dalam pikirannya, bagaimana malam tadi berlalu. Tidak seperti kliennya yang lain, kali ini rasanya beda. Ia bisa merasakan keraguan dalam setiap gerakannya. Walau begitu, ia terus memeluknya, ingin menjadikan malam ini berbeda baginya. Sentuhannya berbeda, lemah lembut laki-laki itu memegangnya. Tidak lagi ia memisahkan dirinya dari emosi saat berhubungan, namun terbesit keinginan untuk kembali memiliki perasaan.

Bel lift berbunyi saat ia tiba di lantai dasar. Saat itu juga ia membuka ponselnya, menemui sudah ada banyak permintaan atas jasanya. Dia memantapkan langkah kakinya, mulai bekerja, walau pekerjaannya berbeda dari yang lainnya.

Ia menjalani hari-harinya seperti biasa. Bekerja dari pagi hingga malam. Menemui berbagai macam klien, dan kadang tidur bersama mereka. Namun, ia berhati-hati, selalu memisahkan dirinya sendiri dari emosi yang dipendamnya setiap kali ia bekerja. Ia meninggalkan nomornya yang asli, dengan harapan yang tidak pasti dan terkesan naif. Lubuk hatinya berkonflik, ia ingin kembali menemui laki-laki itu, namun ia tidak tahu apakah ia ingin bertemu dengannya sebagai bagian dari pekerjaannya, atau sebagai bagian dari sesuatu yang lebih. Dia ingin mencoba mewujudkan keinginannya, untuk memeluk perasaan dalam hatinya.

Malam kembali menyelimuti dirinya. Kali ini dia sedang berada di sebuah kafe yang ramai. Ia tidak terbiasa menyendiri di antara hiruk-pikuk keramaian ini. Ia terbiasa dengan situasi yang lebih intim, sunyi, dan hanya berdua.

Jantungnya berdebar saat tiba-tiba ponselnya berdering. Ia segera membukanya, ternyata itu laki-laki dari hari yang lalu.

"Bisakah kau datang ke tempatku malam ini?"

Wanita itu segera mengetikkan pesan balasannya.

"Oke... tidak apa-apa jika besok. Harga negosiasi seperti kemarin."

Ia kembali mengetikkan pesan balasannya.

Lama ia menunggu. Jantungnya berdebar, sesekali ia juga melihat ke sekeliling, berharap kliennya untuk malam ini akan datang terlambat.

Ponselnya kembali berdering. Ia menerima share lokasi. Ia membuka pesan itu, menampilkan sebuah peta menuju sebuah tempat yang tidak pernah ia tahu sebelumnya, walau ia sudah mengunjungi setiap titik kencan dan hotel di malam ini.

Ia segera mengetikkan pesan balasan.

"Di rumahku."

Ia membalas jawaban itu dengan sebuah pertanyaan.

"Ya."

Ia menarik nafas dalam, perlahan menghembuskannya, sebelum ia menghabiskan beberapa saat untuk mengetik dua pesan.

Ia memandang ke sekitar. Sebuah wajah yang tidak asing mendekat. Ia segera mengetikan pesan terakhir sebelum ia tidak bisa dihubungi lagi untuk malam ini. Ponselnya berdering sekali lagi, tetapi ia sudah membisukannya.

Ia memaksakan sebuah senyum yang terkesan ramah saat kliennya menyapanya. Malam ini akan menjadi panjang.

Ia mencoba memberikan pelayanan yang baik, menjadi pendengar dan memanjakan kliennya dalam kencan berlandaskan uang ini. namun tidak bisa ia berhenti memikirkan laki-laki itu.

Ia merasakan rindu untuk pertama kalinya.

 

<Part 2|Part 3|Part4>

 

Komentar