NIGHT'S STORY: Part 5

 

Cerita ini mengandung deskripsi sensualitas. Elemen ini terjadi di antara dua karakter secara konsensual, dan di gambarkan secara non-eksplisit. Walau begitu, pembaca di harap bijaksana dalam membaca, khususnya bagi para pembaca yang mungkin merasa konten seperti demikian berlebihan atau membuat tidak nyaman.

Cerita ini ditulis oleh seseorang yang tidak pernah memiliki hubungan romantis atau seksual, anggap cerita ini sebagai tulisan EKSPERIMENTAL.


NIGHT'S STORY: Part 5 by Pengkhayal Pasif is licensed under CC BY-NC-SA 4.0


 

NIGHT'S STORY: Part 5

Jarum jam terus bergerak, mendekati angka 12. Jarum jam terus berdetak, menemani suara televisi dalam mengisi keheningan di antara mereka berdua. Jarum jam terus berdetak, berhitung mundur, waktu layanan sudah akan habis.

"Hei..." ujar wanita itu pelan sambil bangkit dari dada laki-laki itu.

"Ya?" sahutnya pelan, seakan tidak ingin memecah keheningan. Kehangatan wanita itu di dadanya masih bersisa.

"Sudah saatnya aku pulang," wanita itu menjawab tanpa basa-basi.

"Oh..." laki-laki itu seakan terkejut kalau ini sudah berakhir.

Laki-laki itu langsung berdiri, merogoh ke kantong celananya, sebelum ia menyadari isinya kosong. Dia langsung beranjak, berjalan menuju sebuah laci.

"Jangan bilang kau tidak punya uang," ujar wanita itu sambil melipat kedua tangannya di dada.

Laki-laki itu kembali dengan sebuah dompet. Dari dompet itu, ia mengambil sejumlah lembar uang, dan memberikannya kepada wanita itu. Wanita itu tertawa kecil melihatnya.

"Seharusnya aku tidak meremehkanmu. Kau punya sebotol anggur premium, tentu kau juga punya uang," ujarnya sambil menghitung lembaran uang itu.

Wanita itu terdiam sejenak setelah selesai menghitung uangnya. Ia kembali menghitung uangnya, memastikan ia tidak melewatkan selembarpun dalam hitungannya.

"Uang ini lebihan," ujarnya sambil mengembalikan beberapa lembar uang itu.

"Kau tidak mengambil semua bayaranmu beberapa malam yang lalu," ujar laki-laki itu, mengingatkannya tentang pertemuan pertama mereka.

"Ku anggap itu diskon karena menggunakan jasaku untuk pertama kali," sanggah wanita itu dengan sebuah alasan, dan masih mencoba mengembalikan lebihan uangnya.

"Aku memaksa," jawab laki-laki itu singkat.

"Aku tidak mau dibayar lebih,"

"Kalau begitu akan ku belikan uang itu ke rokok,"

Wanita itu terdiam sejenak untuk yang kedua kalinya setelah mendengar perkataan laki-laki itu yang terkesan seperti ancaman. Ia tidak begitu peduli mau di apakan uang itu, tetapi... Untuk kliennya yang satu ini, ia akan berbuat sesuatu yang berbeda. Ia menghembuskan nafas berat, tidak mau lagi berdebat.

"Baiklah, kau menang..." ujar wanita itu pelan, terasa sedikit kekalahan dari suaranya.

Ia memasukkan lembaran uang itu ke tasnya, lalu ia berdiri. Sebelum ia beranjak, ia mengambil kotak rokok milik laki-laki itu. Laki-laki itu tidak protes, mengikuti langkah wanita itu dari belakang. Laki-laki itu tidak berucap apa-apa saat wanita itu memasukkan kotak rokoknya ke dalam tempat sampah.

Wanita itu berbalik saat ia telah tiba didepan pintu.

"Jika kau merokok lagi, aku tidak akan mau dipanggil lagi," ancamnya.

Laki-laki itu melangkah menyusulnya, lalu membukakan pintu untuk wanita itu. Wanita itu memberikan pelukan singkat.

"Sampai jumpa di lain waktu," ujar wanita itu sambil melepaskan pelukannya.

Laki-laki itu hanya diam, menyaksikan wanita itu melambaikan tangan padanya dan melangkah pergi. Setelah wanita itu hilang ditelan malam, baru laki-laki itu mengunci pintunya.

Rasanya sedikit berbeda. Kehangatan wanita itu tidak lagi bersisa di dadanya. Rasanya ruangan ini menjadi lebih kosong dari yang biasanya. Ia mencoba tidak mengacuhkan rasa-rasa aneh itu, memfokuskan dirinya pada membereskan wine glass dan anggur yang mereka minum waktu kencan tadi.

Gelas-gelas berdentang, di ikuti oleh suara guyuran air di saat laki-laki itu membersihkan gelas yang baru mereka pakai. Rasanya waktu berjalan sedikit lebih lambat seperti biasanya, rasanya lemari itu begitu jauh jaraknya saat ia ingin mengembalikan botol anggurnya ke tempatnya.

Ia kembali melangkah ke ruangan tadi. Rasanya bibirnya kosong tanpa ada sebatang rokok, jadi tanpa keraguan ia mengambil kembali kotak rokoknya dari tempat sampah. Ia jepit sebatang rokok diantara bibinya, menyalakannya sebelum menghisapnya.

Ia terdiam sesaat, dengan sebatang rokok yang terbakar pelan di antara bibirnya. Matanya terpaku pada kotak rokok itu. Ia menghembuskan sedikit asap rokok dari mulutnya, sebelum ia menjatuhkan kotak rokok itu kembali ke tempat sampah sebelum ia beranjak pergi menuju kamarnya.

Ia duduk bersandar di kasurnya, menikmati rokok terakhirnya. Ponselnya berdering memecah keheningan yang melingkupinya.

"Ya?" jawabnya singkat ke teleponnya.

Ia menyempatkan diri menghisap rokoknya sambil mendengarkan apa yang di ucapkan pemanggilnya. Ia menghembuskan asap rokoknya, nafasnya berat seakan ia lelah.

"Ya... Baiklah. Akan ku minta asistenku untuk mengurus berkas kasus yang sekarang..." Ia menghisap rokoknya untuk sesaat, menghembuskan nafas hangatnya sebelum ia kembali bicara.

"Aku akan ke sana sesegera mungkin."

"Ya."

"Ya, aku paham."

Panggilan itu sudah di tutup. Ia mengalihkan perhatiannya, mengetikkan sebua pesan di ponselnya. Ia bahkan tidak menghisap rokoknya, hanya menjepitnya diantara bibirnya.

Setelah pesan itu terkirim, ia mematahkan rokoknya ke sebuah asbak. Ia jatuhkan ponselnya ke ruang kosong di sampingnya. Lalu ia berbaring, mengistirahatkan tubuhnya di kasur yang empuk.

Ia menghembuskan nafas berat, lalu menutup matanya. Ia tidak ingin begitu memikirkan pekerjaannya.

 

<Part 4|Part 5|Part 6>

Komentar